Tag Archive | birokrasi

mencari nafkah dari mempersulit hidup orang lain

Dengan memanfaatkan teknologi, sebuah kantor lembaga pelayanan warga bisa jadi lebih efisien. Tapi para pimpinan lembaga selalu menunda penggunaan teknologi. Sepertinya beliau takut jika efesiensi kantor meningkat, pekerjaan akan selesai dalam waktu yang jauh lebih singkat, lebih murah dan jumlah karyawan yang dibutuhkan juga lebih sedikit. Banyak orang akan menganggur karena tenaganya tak lagi terpakai. Percaloan dan suap-menyuap yang terhenti juga akan menghentikan aliran upeti pungli.

Dilihat dari mata para pemimpin, para pekerja dan para calo, teknologi adalah ancaman. Mengikuti kemajuan teknologi berarti banyak yang akan kehilangan nafkah.

Namun jika dilihat dari kepentingan warga yang jumlahnya ribuan kali lebih banyak? Seharusnya sudah bisa menikmati pelayanan yang jauh lebih baik dan lebih nyaman, tapi semua terpaksa tetap menderita, harus ngantri, dipingpong, dipungli dan dipermainkan agar segelintir orang tetap bisa makan dan mendapat penghidupan.

Kaum yang hidup dari menyulitkan orang lain ini akan terus melestarikan cara-cara lama supaya tetap bisa makan. Mengharapkan mereka berubah dengan sendirinya bisa jadi mimpi yang tak akan kesampaian.

Pompa Air Banyu Meneng Dengan Tenaga Surya

Ini posting mengomentari pompa air listrik yang disuplai 12 panel sel surya. Saya baca beritanya di Kompas dan The Jakarta Post. Keren.

Ternyata, untuk menghasilkan 1200 watt listrik demi memompa 1800 liter air setiap hari ke tempat yang 88 meter lebih tinggi dan mengalir sejauh 1600 meter dalam rangka membebaskan sebuah dusun dari masalah air, hanya diperlukan 250 juta saja. Biaya segitu dicapai dengan tenaga buruh yang gratisan, gotong royong para penduduk desa. Andai mempekerjakan buruh profesional mungkin bisa selesai lebih cepat dan lebih rapi, dan jauh lebih mahal.

Proyek mahasiswa Fisika UGM ini berhasil membebaskan 52 keluarga (sekitar 200 manusia) dari masalah kelangkaan air.

Hebatnya, duit segitu tidak berasal dari Sultan, bukan dari SBY, bukan dari Bupati, Gubernur atau siapapun yang menjabat di posisi kekuasaan. Biaya itu didapat dari Mondialogo Engineering Award-nya Curtin University. Para pejabat terhormat mungkin cuma ikut meresmikan saja.

Ini bisa jadi contoh yang menyadarkan, bahwa untuk maju dan memajukan sesama, tidak perlu menunggu para politisi dan pejabat yang terlalu sibuk dengan perebutan kekuasaan dan kegiatan memperkaya diri.

Terkait dukungan penguasa ini, ada kalimat menarik dari penutup salah satu berita, “sinergi mahasiswa dan masyarakat terbukti menghasilkan solusi nyata. Iptek menunjukkan peran vitalnya, yang membebaskan keprihatinan karena terlepas dari kungkungan birokrasi yang kaku dan mematikan.” Saya rasa beliau ingin mengingatkan bahwa, kadang kala, sering malah, para birokrat bukan cuma tidak mendukung, tapi malah terang-terangan mempersulit dan menghambat dengan segala birokrasi yang kaku dan mematikan.

Eh, saya tidak sedang menggiring opini untuk memusuhi ”birokrat” secara umum lho, banyak kok yang baik dan supportif, misalnya seperti… uhm… nggh… Yak. Sudah mulai malam, waktunya menutup tulisan dengan beberapa mimpi…

  • Gimana kalau kita bikin beberapa panel, kali ini listriknya yang sekian ribu watt dipakai untuk menyiksa air sampai hidrogennya terpisah dari oksigen. Hidrogennya dimasukkan ke dalam tangki-tangki portabel, bisa dipakai untuk… apa cobaaa?
  • Gimana kalau sepanjang katulistiwa digelar solar panel, listrik murah untuk semua orang, yang bayar hanya perusahaan-perusahaan berorientasi profit, sekedar untuk menutup biaya perawatan dan balik modal. Tapi panelnya masih mahal ya?
  • Gimana kalau semua sumber dan pembuatan material yang diperlukan untuk membuat solar cell dikuasai rakyat, jadi harga pembuatan bisa ditekan serendah-rendahnya, hingga setiap rumah mampu punya atap yang menghasilkan listrik. Sumber energi tak terpusat, dan rakyat tidak perlu lagi meraung-raung saat pusat-pusat pembangkit listrik mengalami kekonyolan.
  • Gimana kalau… hmm..

*jadi pengen kuliah fisika*