Tag Archive | seksi

Hasil ikut #visitDPD

Hasil dari membuat tulisan “Menuju DPD yang Eksis dan Bermanfaat“:

  1. Bertemu langsung dan berjabat tangan dengan orang-orang yang katanya mewakili kepentingan saya, Anda dan seluruh rakyat Indonesia.
  2. Bertemu langsung dengan Ibu Ira K yang cerdas, cerdik, seksi dan wangi.
  3. Menginap 2 malam di hotel yang sangat mewah.
  4. Bisa makan seperti babi, puaaaass bangeettt. Mau apa aja bisa sebanyak apapun, all you can eat. (Untungnya saya vegan wannabe yang menghindari daging dan telur).
  5. Dapat amplop Rp 710.000
  6. Dapat beberapa souvenir berupa kaos, kalender, jam meja, mouse pad, gantungan kunci plus sebuah buku tebal banget, semacam otobiografi dari seseorang yang tampaknya penting. (becanda Pak!).
  7. Tercerahkan, jadi tahu kalau ternyata di dunia ini ada orang secantik dan sengangeni ms N.

Kritik (mungkin saja diwarnai kedengkian Baca Selengkapnya..

Suster Seksiii

Suatu pagi dimana saya sengaja bangun kesiangan…

Dengan cukup perjuangan saya berhasil duduk menemani segelas teh, meramaikan dapur yang sudah berisi dua manusia. Satu berstatus Bude, satunya berstatus Bu tetangga yang biasa datang untuk bantu memasak.

“Assalamualaikuuum…” Kata seorang gadis berjilbab yang tiba-tiba muncul dari pintu belakang.
“Saya disuruh Dr. E untuk membersihkan lukanya Teguh,” tambahnya setelah salam dijawab wajah-wajah bermimik heran.

Hari sebelumnya saya memang jatuh bersama sepeda motor. Kecelakaan tunggal yang dungu.

Sepulang dari ATM BRI satu-satunya, yang sudah jauh-jauh didatangi malah enak-enakan tutup, saya iseng pulang lewat jalan yang berbeda, yang ternyata baru diaspal. Halusnya lebih mulus dari jalan Tol Jakarta-Merak di seberang sana. Menggoda saya untuk tarik gas sambil terbahak-bahak, merayakan peradaban yang sebentar lagi sampai ke desa saya. Setiap beberapa kilo saya melewati bukit irigasi, bagaikan polisi tidur raksasa setinggi 2 meter. Di polisi tidur raksasa kesekian, entah kenapa saya tidak mengurangi kecepatan, malah makin jadi sampai sedikit melayang. Di ketinggian maksimal, baru ketahuan ternyata jalanan dibelakangnya masih busuk, mungkin terakhir diaspal jaman Suharto masih muda. Berlubang sebesar-besar dosa.

Panik, minim pengalaman, saya mendarat dengan kedua rem menyala. Gubrak lah dengan sukses. Dan baru sadar untuk pasrah menggelinding setelah sempat menggesek aspal beberapa meter, hasilnya kulit terkupas lumayan di beberapa bagian. Untung pakai helm full face, jadi tak nambah pitak. Dan untungnya lagi, celana panjang hanya sobek sampai paha, tak perlu mendengar komentar “sudah celaka tak bercelana dalam pula”.

Kharisma 125D, si motor jadul, hanya menderita baret. Tuas rem kaki melipat kebelakang, pecah sein kanan, dan bensin terus menetes dari karburator. Hampir semuanya sembuh dalam beberapa menit di bengkel yang secara mencurigakan hadir tak jauh dari bukit  jebakan. K618i penuh kenangan yang tadinya disimpan kantong paha kanan sempat bubar. Baterai, tutup dan body utama tersebar dalam kondisi baret-baret parah. Untung masihbisa menyala dan berfungsi 100% ketika berhasil disatukan.

Kembali pada mbak Y, seorang suster yang sesaat lagi saya sadari keseksiannya.

Tadinya saya putuskan untuk menyambut kecerobohan bodoh ini dengan sebuah eksperimen pribadi. Mempertaruhkan tubuh demi sebuah teori yang menyatakan bahwa lidah buaya lebih ampuh dari povidone iodine dalam merawat dan menyembuhkan luka. Tapi baru satu malam menikmati sejuknya lidah buaya, paginya seorang gadis datang, jauh-jauh sendirian naik Beat, menggendong peralatan lengkap demi mensterilkan saya. Rencana pun tinggal rencana, saya pilih pasrah dalam jamahnya.

Kami pun ambil posisi. Saya duduk di kursi, beliau di lantai membelakangi sumber cahaya, langsung sibuk dengan tubuh saya. Merapal aji mumpung, semua luka sampai yang kecil-kecil saya serahkan untuk dibersihkan jari sang perawan. Kecuali yang di pinggang, karena untuk membersihkannya berarti saya harus memelorotkan celana. Bukan karena sungkan terhadap jilbab, tapi lebih karena Bude dan Emak tetangga ada di rumah. Saya rasa tidak bagus untuk membuka celana di depan seorang gadis jika ada saksi mata nenek-nenek. Ah, andai saja saya dirumah sendirian.

Pedih yang menyenangkan. Sambil ngobrol macam-macam dan macem-macem, sambil memperhatikan gerakan jari-jarinya juga mimik wajahnya, saya menahan perih, jaim sok tegar sambil sekali-kali mengadu geraham. Jaim yang sebenarnya sia-sia karena beliau selalu tahu saat saya harusnya teriak.

Mungkin baru kali itu saya dirawat dengan penuh perhatian… oleh jari-jari seorang perawan. Haha, geer nggak penting memang. Mungkin saja beliau profesional yang memberikan pelayanan yang sama baik dan sama mesranya pada setiap manusia yang luka. Namun tetap saja saya mulai menilai bahwa beliau seorang yang seksi.

Dan penilaian saya jadi semakin parah setelah dia bangkit untuk membereskan kantung sampah berisi kapas kotor dan pretelan-pretelan kulit saya, beliau sempat lewat dan membelakangi saya. Saya perhatikan di bagian belakang dari roknya yang panjang, tepat di area itunya, tampak agak basah. Hehe, tapi tentu saja saya yang tidak mesum dan tidak cabul ini tak berpikiran macam-macam. Tidak sedikit. pun.

Singkat cerita, setelah pembersihan luka selesai, saya juga berhasil menahannya untuk tidak cepat-cepat pulang. Sampai ibunya menelpon karena curiga. Sampai tetangga selesai jumatan. Bahkan sampai hampir ashar. Hanya untuk ngobrol kesana kemari. Sambil memperhatikan wujudnya yang semakin lama semakin menarik.

Tapi saat akhirnya berhasil pamit, saat ditanya ongkosnya berapa, dia jawab agar tanya langsung pada Dr. E. Bahkan ongkos bensin pun ditolaknya. Saya mulai berprasangka. Jangan-jangan, setelah saya ge’er seharian, ternyata itu semua beliau lakukan hanya demi memenuhi titah sang Dokter, bukan dari hati. Huh. Atauuu… Positif thinking: mungkin saya dibenamkan dalam hutang budi… Ah, semoga saat jatuh tempo nanti, pembayarannya dengan cara yang menyenangkan. Haha.

Sebenarnya cerita tidak sesederhana itu. Di sekitar kejadian utama banyak kebetulan yang bermunculan, seperti salah satu bapak-bapak sedang nongkrong dekat TKP ternyata adalah lurah yang masih muda, berjenggot religius tapi tanpa jidat menghitam. Beliau ngajak ngobrol ngalor-ngidul sambil menemani saya nunggu servis motor. Topiknya bermacam mulai nafsu untuk punya banyak anak sampai penjualan ladang karet yang hampir sadap. Macam-macam topik yang beberapa puluh jam kemudian membantu saya untuk menyingkirkan suster Y dari bagian otak saya yang spesialisasinya hanya mikir seks dan perempuan. Membuat saya teralih dan bermimpi agar setiap desa bisa segera online tanpa harus menunggu Pak Menteri puas menyensori konten selangkangan. Tapi detilnya untuk update lain kali saja. Teorinya: Sementara saya tak bisa pergi kemana-mana, harusnya jadi punya kesempatan untuk update blog lebih sering.

Sekian dulu update panjang kali ini. Terimakasih untuk anda yang sudah menyimak :)